PASAR MALAM 3
Kali ini aku sudah agak besar, kelas 6 dan temanku Danik kelas 5. Danik orangnya periang, cantik, kulit putih, rambut ikal, dan banyak omong. Dia jadi pusat perhatian karena centil dan kenes. Sedangkan aku kulitku sedikit gelap Sawo matang, rambut lurus yang terus dipotong sebahu. Aku pendiam, sedikit bicara dan suka mengalah. Aku selalu di bayang-bayangi Danik. Rupanya Danik punya banyak uang (ke depan aku baru tahu, dia suka nyolong duit bapaknya yang pegawai Bank ). Sebagai teman orang kaya tentu aku kecipratan pula, di mana Danik beli sesuatu aku pun memilikinya. Kertas Harvest warna-warni yang mahal aku punya, buku tulis Kiky yang wangi bergambar Meriam Bellina, Marisa Haque aku juga punya. Danik yang membelikan, mungkin juga buat uang tutup mulut kali. Padahal tanpa dikasih tutup mulut pun, mulutku sudah malas lapor-lapor. Makanya Danik menyukaiku, kemana-mana selalu mengajakku.
Kali ini dia mengajak ke Pasar Malam Jalan Kajar dekat gunung, yang dulu aku dan bapakku jualan mainan. Bapakku alih profesi, bukan penjual mainan, melainkan sekarang jual glangse ( karung bekas) yang dijahit, dan terima jasa permak. Mesin jahitnya warisan dari Pak Dheku yang meninggal sakit kanker.
Kami berdua berjalan kaki ke sana, padahal lumayan jauh. Tapi ngga kerasa karena di jalan juga bertemu banyak orang yang rombongan mau ke Pasar Malam. Nah begitu sampai kami naik Dermolen dan Ombak Banyu. Mula-mula kami ditarik dan didorong pelan-pelan sambil bergelantungan. Begitu perahunya sudah goyang mirip ombak beneran, naik turun naik turun. Kami tertawa-tawa bahak-bahak. Turunnya kami beli jajanan bolang-baling dan permen kapas. Wah uang Danik banyak sekali ya.