DANIK 1
Temanku Danik datang dari Kota Semarang, masih kecil TK. Seperti layaknya anak kota, dipakainya rok putih mekrok, dan sepatu putih, kaos kaki berenda. Padahal ini kampung, paling seperti aku pakai baju lengan pendek model A warna polos. Aku punya dua merah dan kuning, dengan gambar bebek di tengah dada. Kuajak Danik bermain ke belakang, kampung Cologowok, kampung tempat orang-orang mbecak atau nguli. Rumah kami rumah gedong di barisan depan, belakang adalah kampung kumuh, dempet dempetan. Banyak pemandangan orang ngligo dan petan di depan rumah. Sebagian para emak-emaknya hanya berkutang saking panasnya.
Kuajak melewati jalan alternatif yang nanti tembus ke depan, barisan rumah luar. Aku bisa melewati dengan mudah sambil melompat-lompat. Mungkin karena kaki Danik yang lebih pendek dia terperosok, sepatu putihnya terbenam di kubangan tempat pembuangan eek orang kampung. Jaman itu belum ada WC permanen, atau septitenk. Adanya jamban, yang mana tempat buang hajatnya dibuat lobang, dan tinjanya mengalir ke lobang. Nah sepatu Danik terbenam ke situ, dia mengangkat sepatunya sambil menangis. Aku hanya terdiam dan heran. Aku aja baru tahu di situ tempat lubang tinja.
Danik pulang ke rumahnya, yang sebenarnya adalah ortunya ngontrak bagian depan rumah Bu Hasanah. Aku mengikuti Danik dari belakang, dia dibersihkan sama ibunya sambil ngomel-ngomel. Kudengar mamanya ngomel panjang sambil marah-marah, dan membersihkan sepatu dari tinja.