PART 9 KAKAK TERBAIK
Bima Permana Jati memiliki kakak yang menurutnya adalah kakak terbaik di dunia. Kakaknya ini selisih 16 TH karena ketika dia dilahirkan, kakaknya sudah kelas 10. Tragisnya ibunya menghembuskan nafas terakhir begitu dia dilahirkan. Selama kehamilan yang jeda panjang ini diketahui ibunya mengandung bayi bersama kista disebelahnya. Ibunya harus memilih mempertahankan kehamilan yang artinya beresiko kematian, atau digugurkan demi kesehatan hidupnya. Ibunya lebih memilih mempertahankan bayi yang kemudian diketahui jenis kelamin laki-laki. Sang ibu tahu karena suaminya sudah lama mendambakan anak laki-laki. Rahasia ini disembunyikan sampai kelahiran Bima , sepuluh menit kemudian ibu menghembuskan nafas terakhir. Karena sudah dikode dokter, ibu sempat berpesan kepada mereka berdua, untuk menjaga adik laki-laki ini dengan baik. Ibu pula yang menyiapkan nama, “Bima Permana Jati”. Ibu berharap kelak Bima menjadi laki-laki yang kuat seperti Bima Pandawa Lima. Benar saja, Bima tumbuh menjadi laki-laki yang bongsor, terbilang paling tinggi dan besar diantara angkatan teman TK. Lucunya Bima juga suka makan keju, mirip bima Pandawa betulan he heh. Dia suka mencuri-curi keju di lemari persediaan, dimakannya diam-diam tanpa sepengetahuan Kak Ima. Kak Ima yang pura-pura galak mesti mengejar lalu menjewer kupingnya setengah maksa. Bukannya meronta, Bima mesti ketawa kepingkal-pingkal, karena dia tahu Kak Ima tak benar-benar marah. Senakal apapun ayah atau Kak Ima tak akan marah. Makanya, masa kecil Bima nakal sekali.
Bima suka berantem jika kalah bermain bola. Dia tak ingin kalah, ada rasa super power dia harus menang. Bima tak segan-segan memukul atau menyepak kaki lawannya. Meski begitu Bima sebenarnya memiliki hati yang lembut. Ada kawan kecilnya Tuti Melati, yang sering dibully kawan-kawannya. Jika Tuti Melati diejek sampai menangis, Bima tak segan membela dan menghiburnya.
“Tut burung Perkutut!”
“Naik kereta api Tut Tut Tut!”
“Tuti ken……tuuuut!”
“Hentikannn!!” Awas kamu tak bilangin ayahku lho.”
“Bilang sono nggak takut wk , nggak takut wek. wek.” Ayah Tuti yang hanya tukang parkir pasar tidak membuat takut anak-anak. Jadilah Tuti menangis.
“Hey jangan cuma berani sama cewek!” Ayo hadapi aku Bima Sakti !” Bima mendatangi sekumpulan anak-anak berandal itu dan dijotos satu-satu. Mereka berlarian kocar-kacir.
“Sudah Tut jangan menangis. Mereka anak-anak berandal.” Bima menyeka air mata yang mengalir disudut mata Tuti kecil, lalu mengantarnya pulang.
“Imaaa! Imaaa!” teriak ortu anak-anak berandal tadi siang.
Ima terhenyak ini pasti gara-gara Bima, adiknya yang terkenal jagoan kampung. Ima keluar pintu mendatangi ibu-ibu di depan.
“Ya Bu, ada apa?”
“Im kalo ngasuh adek yang bener, bengal betul! Tuh Si Joni sampai bonjor dijotos.”
“Ya Si Bagus hidungnya bocor!” Ibu-ibu lain ramai protes, sekitar ada lima orang sambil menggandeng anaknya masing-masing. Sebenarnya Ima mau ketawa tapi ditahan, melihat kondisi anak yang bonjor.
“Ya Bu Maaf nanti tak bilang ayah tanggung jawab mengganti ongkos pengobatan.”
Selesai masalah Ima mendapati Bima yang tenang-tenang saja nonton siaran bola sambil makan kacang.
“Bim…Bim..” Ima mencolek pipinya tak digubris.
“Ngapa sih Kakak ini ganggu orang aja.”
“Tadi kamu ngapain tuh sama anak-anak kampung.”
“Nggak kenapa-kenapa.”
“Lho pada kesini mesti ada apa apa hayoo.” Kak Ima menggelitik hidung Bima .
“Habis tadi nggangguin Tuti Melati sih.”
“Oww kamu kasihan ya sama Tuti. Lain kali diusir aja nggak pake jotos. Kasihan ayah mesti ganti ongkos pengobatan. Biasanya ayah kasih lebih, Kak Ima nggak dapat uang saku deh.”
“Ya deh.”
“Janji?!” Kak Ima menautkan kelingking.
“Janji!” Bima menautkan kelingking.
“Tapi boong!!” Bima lari ketawa terbahak.
“Awas kamu Bim !” Kak Ima melempar bantal sofa yang meleset kena vas bunga dan pecah. “Aduh!”