CINTA KE DUA

NOVELET

PART 10. DITINGGAL YANG TERSAYANG

Bima tersenyum mengenang kakaknya. Rima Pelangi Suci, seperti namanya kakaknya adalah pelangi baginya. Kak Ima tak pernah benar-benar marah padanya yang super nakal, penuh sayang dan memberi warna bagi kehidupannya. Kak Ima suka melucu juga tertawa lepas, cantik anggun hidungnya bangir. Entah menurun dari mana hidung Kak Ima, padahal ayah ibunya biasa saja, dia pun berhidung standar Asia. Waktu kecil dia suka merengek minta hidung kak Ima dicuil sedikit dipindah ke hidungnya he heh. Kak Ima selalu memijit-mijit hidungnya, katanya biar tambah mancung. Ya tetap aja kalah sama Kak Ima he heh.

“Kak Ima beneran kakakku sih? Kok cantik banget.”

“Kakakmulah,”

“Jangan-jangan bayi tertukar ha hah,” gurau Bima.

“Nggaklah Bim. Kata Ibu dulu ibu suka baca sholawat ketika masih mengandung kakak sambil ngebayangin Syahidah Fatimah he heh.”

“Beneran Kak.”

“Becanda he heh. Kalo sholawatnya iya .”

“Kamu juga cakep kok adikku. Nih liat bibir kamu tuh kayak bibir perempuan, mungil he he.”

“Nggak ah! Aku anak laki-laki kok jagoan.

“Ya ya jagoan. Jagoan kampung he heh.”

#########################

Di usia 23 tahun ini dewasa juga belum, dia sudah ditinggal kakak tersayang. Awalnya ayahnya yang didagnosa Covid, tiga hari infeksi, masuk UGD, tiga hari tak tertolong sesak nafas. Otomatis Kak Ima dan Bima dites swab, Kak Ima positif Covid, sedang Bima negatif. Entah seperti doa ibunya, Bima memang memiliki tubuh yang kuat dan imun yang bagus. Kak Ima nampaknya tidak kuat menahan badan, selama satu bulan dia dirawat di ruang isolasi. Bima pun mengkovidkan dirinya demi bisa menjaga kakaknya. Pertahan kakaknya pelan-pelan menurun, terus menurun, malam itu gagal nafas. Bima ketakutan, dia tinggal memiliki kakak satu-satunya.

“Tuhan, tolong jangan ambil kakakku. Tolong Tuhan kakakku orang baik. Ambil aja nyawa orang-orang jahat, koruptor itu ya Tuhan,” Bima berdoa sungguh-sungguh di sepertiga malam.

Tepat selesai berdoa dia kembali ke ruang isolasi, kakaknya telah menghembuskan nafas terakhir tanpa berpamitan padanya. Rasanya dia ingin marah, dia tak terima kakaknya yang baik diambil terlebih dulu. Kenapa bukan politus-politikus atau mafia narkoba yang diambil.

Covid memang kejam, ayah dan kakaknya dikubur segelintir orang. Orang-orang pada takut kena korona. Hanya orang-orang terdekat aja yang menghantar sampai kubur, itu pun jaga jarak.

Bima masih mengingat pesan kakaknya selagi dia nakal,” Jadilah laki-laki ksatria ya Bim,” Selalu begitu pesan Kak Ima selagi dia habis menjotos anak tetangga.

“Ksatria gimana Kak.”

“Ksatria yang jujur dan membela yang lemah terutama perempuan,, contoh ya kakakmu ini he heh.”

“Huh maunya.”

######################################

Bima menangis . Sudah satu tahun Kak Ima tiada tapi sosoknya serasa masih hadir di sini. Sejak kakaknya meninggal, hatinya dilanda duka yang mendalam. Selanjutnya studinya juga terbelangkai, sudah setahun skripsinya terkatung-katung tak selesai. Dia tak ada daya semangat untuk melanjutkan studi Matematika di Univ Semarang. Dia menghabiskan waktu dengan touring dan fotografi di kota-kota kecil yang unik. Darimana uangnya? Ya dari kirim foto-foto atau video traveling ke media. Termasuk media Aura.com yang fokus pada media pengembangan dan kepribadian wanita. Dia suka kontennya, orisinil mengena tidak abal-abal. Beberapa kali fotonya dimuat , honornya lumayan bisa untuk melanjutkan hidup meski tak mewah. Makan di angkringan atau ngopi di warung kopi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *