Part 3. SETAN PUN WAKTUNYA TIDUR
Ini malam deadline upload artikel majalah digital Aura.com. Semua kolom telah siap: Laporan Utama; Liputan Khusus; Kuliner; Fashion; Traveling; Tokoh; Cerpen; Puisi; masih kurang satu cinema. Majalah ini meliput streaming film yang sekarang lagi viral. Mia mesti menunggu laporan crew lapangan dan IT untuk menuliskan laporannya. Bulan ini yang lagi viral adalah film bersambung “Cinta di Atas Awan” , film yang dibintangi aktor muda pendatang baru yang jadi naik daun karena trending fim tersebut. Sembari menunggu kedatangan crew dia melihat-lihat file artikel yang telah siap tinggal diupload. Rasanya semua sudah oke, bahkan dia cukup puas dengan laporan utama minggu ini. Masih sekitar Covid dengan variannya B. 117, B.1.351, B.1.617.2, dan varian delta plus. Dalam artikel ini Mia mengemukakan pikirannya, mengapa setiap kali ada kasus penduduk positif mesti didatangi satpol pp dengan berseragam, lalu gank ditutup “Lock Down”. Ini menyeramkan! Mengapa tidak diadakan petugas khusus yang lebih humanis, sehingga kesannya tidak menegangkan. Kalaupun Satpol PP tidak perlu berseragam, pakai kostum sehari-hari , kalau perlu pakai baju pink , bawa kue ulang tahun dan balon warna-warni he he. Dia mulai berkhayal aneh-aneh. Pokoknya yang mengesankan Covid tidak menegangkan, bahwa setiap orang bisa jadi kena tinggal menunggu giliran. Atau pun bagi yang positif anggap sebagai mutasi flu.
Sepuluh menit kemudian pintu diketok.
“Masuk!”
“Selamat malam Bunda, kami siap membantu he he..” Salam Crist, crew IT cengengesan. Dibelakangnya ada Danu dan Amel tak kalah senyum tebar pesona.
“Malam. Terlambat sepuluh menit kamu Crist.”
“Biasalah bunda, macet!” Jawab Crist masih cengengesan. Para crew semua memang biasa memanggil Bunda, karena Mia lebih suka Tim yang solid tanpa jarak.
“Ini bukan Jakarta Crist.”
“Maaf.. Maaf Bu Boss, tadi makan dulu di angkringan. Habis sedari meliput belum sempat makan siang.” sela Danu di belakang. Danu dan Amel ini Tim videografer sekaligus reporter handal. Untuk efeisiensi Mia memang lebih menyukai crew yang menguasai lebih dari satu bidang dalam kerja Tim. Tidak hanya melulu bisa ngedit atau shooting doang, videografer pun dituntut untuk bisa reportase dan menulis script.
“Oh kenapa nggak dibawain sekalian aku? Aku juga belum makan.”
“Siap Bunda ini nih nasi kucing dan gorengan he heh.” Rayu Amel sambil menyodorkan empat bungkus nasi angkringan, gorengan, dan sate sosis. Mia memang membiasakan anak buahnya makan apa saja, yang penting nikmat dan membangkitkan selera. Gorengan yang panas-panas bisa membuat makan dua bungkus.
“Mana bagianku. Min…Min!”
“Ya bu.” Amin datang sambil membawa nampan, empat kopi masih mengepul panas.
“Nih kamu juga makan Min.”
“Baik, bu.” Amin mengambil dua nasi dan gorengan di bawa pergi ke dapur.
“Aku makan dulu, kalian bertiga siapkan kolom cinema.” perintahnya sambil lalu.
“Siap Boss ku.” Seru mereka berbarengan.
Jam 02.00 dini hari mereka telah selesai. Mereka berpamitan pulang ke rumah atau tepatnya kos masing-masing.
“Ibu nggak pulang?”
“Nggak Min tanggung, aku tidur sini aja.”
“Enakan tidur di rumah bu, nyaman empuk.”
“Sama aja Min.”
“Karena ngga ada Pak Baron ya bu,” tanya Amin senyum-senyum.
“Jangan menggoda kamu Min. Kamu pulang aja Min. Besok kamu siapkan tumpeng bersama Jodi.”
“Nggak takut sama setan Bu? Ntar diganggu.” Canda Amin masih belum beranjak.
“Ah, setanpun capek pingin tidur Min. Kelelahan mencatat orang-orang koruptor .” Canda Mia seraya tangannya mengusir Amin.