PART 14 TERJEBAK DI PULAU
Hari ini Mia sudah siap berangkat reportase ke Jepara, sudah ada dua crew yang menunggu.
“Kurang sapa lagi nih?” Tanyanya sambil menggeraikan rambutnya yang sebahu.
“Anak magang itu Bund, biasa suka telat.”
Ditunggu lama 15 menit belum datang juga tuh anak.
“Gimana jadi berangkat nggak?”
Barusan ngomong Eh si Bima datang.
“Gimana sih Lo anak baru suka telat. Ngga dapet kapal tahu rasa lho.”
Bima hanya diam saja, sambil menyiapkan peralatan kamera dan tripod. Sepanjang jalan Mia ngomel, dan Bima hanya mendengar dengan takjim, tanpa membalas.
Sampai di Pantai Bandengan Jepara mereka sudah ditunggu perahu motor kecil. Mereka berlayar dengan motor menuju Pulau Panjang, kali ini paling ujung, bukan tempat dermaga yang biasanya. Yang depannya taman dan makam. Bukan, melainkan melingkar sampai ujung pulai. Tidak ada dermaga, hanya perahu mereka yang tertambat.
Mia turun dengan girang, dia Bahagia melihat hutan yang masih perawan. Pohon-pohon besar, sulur-sulur yang saling menyilang, dan Semak-semak yang tak beraturan.
Mia paling depan dua crew di tengah, Bima paling belakang. Mereka mencari bunga Anggrek langka yang katanya ada dihutan paling ujung. Anggrek berwarna putih, lima helai dengan totol-totol kuning merah.
Begitu melihat bunga Anggrek itu ada disela pohon besar, Mia memasang kamera lalu mengabadikan momen Anggrek berbunga kima kuntum. Bima pun tak kalah memasang kamera dan mengabadikan dengan tekniknya yang unik. Teknik yang tidak biasa, dengan memasang daun di antaranya, atau ranting.
Mereka sibuk melihat hasil tembakan potretnya. Mia sangat puas.
“Bim coba lihat kameramu.”
Tanpa berkata Bima mengulurkan kamera Miroles M50 yang dibawanya sendiri. Mia memeriksa memencet, menggeser ,” wow keren banget.” Teriaknya.
“Foto foto kamu bagus banget Bim.”
“Ah biasa aja Kak.” Jawab Bima merendah.
Mia masih terkagum-kagum dengan hasil jepretan Bima. Tiba di foto bunga Anggrek yang terhalang daun atau ranting Mia berteriak,” Wow amazing. Ini foto keren banget. Layak masuk nominasi award .”
Bimanya masih cuek, meniup-niup tangannyanya biar ngga dingin.
Tiba -tiba saja ada pesan masuk dua crew harus balik ke Semarang, reportase mendadak pelantikan Wali Kota yang konfrontansial. Ada kasus banding dari calon wali kota yang kalah.
Dua crew tersebut balik naik perahu diantar tukang perahu yang memang sedang dibooking. Namun nahas, cuaca sedang tidak mendukung, hujan badai menyambar di tengah lautan. Perahu terombang ambing, keseret arus hingga menjauh dari Pantai Bandengan, bukan mendekat Pantai Bandengan malah semakin jauh dan jauh. Perahu itu karam entah dimana. Hujan pun belum berhenti juga , masih mengganas sesekali petir menyambar-nyambar.
Mia dan Bima berteduh di bawah tenda yang tempias kena air hujan, hingga basah. Tenda itu rusak tertiup angin badai, bocor dan bagian atas sedikit terbuka. Bima dalam diamnya berusaha untuk menutupi tenda , namun angin kencang semakin menyambar, bukan menutup malah kebuka, dan terlempar tinggal pasaknya. Seketika Bima menggandeng Mia berlari mencari peneduh. Mereka berlari di bawah pohon besar, berhimpitan. Mia kedinginan dan menggigil, giginya gemeletuk. Tanpa kata Bima memeluk Mia erat, sangat erat berharap menularkan kehangatan. “Tenang-tenang badai pasti berhenti,” Bisik Bima di tengah hujan lebat menenangkan.