oleh Nikmatuniayah
Keadaan suamiku berlangsung membaik sampai bulan Februari 2016. Kakak sudah sekolah di Pondok Modern Jawa Timur kelas 4 setara SMA klas 1. Adik kelas 6 SD Islam di Tembalang, rencana juga mau nyusul kakaknya.
Sudah dua minggu ini ayah mengeluh kesakitan. Sering demam, tapi badannya menggigil kedinginan. Ayah juga mulai berat melangkah, kakinya berat melangkah. Aktivitasnya mulai berkurang, hanya berpindah dari kamar ke kamar mandi atau ruang tengah, nonton TV. Tapi ayah masih kuat antar jemput adik sekolah.
Pada saatnya aku harus mendampingi mahasiswa kkl di Jakarta Bandung, aku pun diijinkan pergi. Pagi itu aku diantar ayah ke kampus kumpul pemberangkatan. Ayah tampak lemah, aku sebenarnya tidak tega meninggalkan di rumah. Tapi ayah memang sudah biasa kutinggal pergi 2/3 hari ke luar kota. Kondisinya kalau tidak baik, satu minggu kemudian baikan. Demikian bolak balik begitu.
Namun kali ini kepergianku tidak lapang seperti biasanya. Dalam perjalanan aku masih memikirkan sakitnya ayah. Jika waktu makan siang atau malam, kusay hello sekedar mengingatkan makan.
Ndilalah biro perjalanan yang dipilih kali ini juga bermasalah. Sampai di Brebes kru TL mogok melanjutkan perjalanan karena hotel yang untuk transit di Jakarta agaknya belum diboking sama biro.
Kami panitia rapat darurat dengan tim mahasiswa. Ketua panitia sudah nangis nangis karena empunya biro hilang tidak bisa dihubungi. Akhirnya karena kunjungan ke perusahaan tetap harus jalan, koordinator dosen melobi TL minta tolong kkl dilanjutkan. Oleh kru sopir diberi saran mandi paginya besok di Masjid Istiqlal Jakarta.
Tepat subuh kami sholat subuh berjamaah di Masjid Istiqlal. Mahasiswa bergantian mandi pagi di barisan kamar mandi Masjid. Agaknya banyak rombongan lain juga yang mandi serupa. Berarti masjid ini menjadi tempat rest area rombongan anak sekolah atau jamaah. Tempat parkirnya luas, ada pasar templek juga. Kami sarapan pagi di kulineran Masjid Istiqlal.
Kemudia kami berpisah menuju kunjungan perusahaan masing masing. Malamnya kami rencana nonton bareng acara live TV. Di sana ketahuan kalau biro ini tidak profesional. Rombongan kami seperti bukan menjadi penonton yang dipesan, melainkan penonton pinggiran yang diselip selipkan. Kami hanya cukup duduk di ujung, tentunya tidak dishot kamera.
Pulangnya di parkiran kami dicegat oleh katering menagih pembayaran. Ternyata katering yang dimakan belum dibayar biro, jadi sopir kami ditahan tak boleh jalan. Kami bersitegang dengan wakil biro. Wakil biro ini belagak bloon. Kami paksa wakil biro untuk membayar katering dengan uang yang ada. Kami berangkat menuju hotel transit.
Semua mahasiswa masuk kamar masing masing lalu istirahat. Baru enak enaknya istirahat kami dibel pihak hotel. Usut usut hotel yang kami tumpangi pun belum di bayar DP. Sampai pukul 0 kami ditunggu penyelesaiannya.
Kami bersitegang dengan pihak hotel minta pertangguhan. Sayangnya wakil biro pun belagak oon, sementara manajer menghilang sulit dihubungi. Malam pukul 0 pembukuan hotel harus ditutup.
Lama setelah rapat darurat panjang, kami beberapa dosen transfer via ATM. Malam pukul 01.00 wib kami diantar mobil hotel ke ATM. Tampaknya malam mesin of line, pagi sekali pukul 05.00 wib kami ditelpon hotel lagi untuk ke ATM transfer rekening.
Keluar hotel kami melanjutkan kunjungan ke dua di perusahaan. Siangnya kami putuskan pulang, perjalanan tidak bisa dilanjutkan. Karena kami tidak yakin di Bandung hotel atau wisata Trans Stadio dibayar. Seluruh mahasiswa sedih beberapa yang cewek tampak menangis.
Dalam perjalanan pulang pukul 13.00 wib tiba tiba aku ditelpon tetanggaku. Dadaku mak dek, mesti darurat penting. Ingat ayah yang sakit aku cemas.
“Hallo bu. Bapak wau dawah, sak niki dibetho ting RS Banyumanik.”
“Ya Mbak, sadar mboten?”
“Nggeh namung ngendikan Allah Allah ngoten.”
Aku langsung telpon Mas Abu yang di Ungaran. Mas Abu ke RS Banyumanik dan menghubungi ponakanku. Adik masih di sekolah.
“Bu nanti Osa kulo jemput njih.” Mbak Kav tetanggaku menawari.
” Matur nuwun mbak. Titip Osa ya.”
Lalu aku telpon Mas Tok yang kemudian mengabari teman teman kantor. Dari cerita ayah, sebelumnya ayah terasa lemas dan haus. Dia minum jus yang kemudian bertambah sesak. Dia berteriak minta tolong sebelum ditemukan jatuh tidak sadar.
Rasanya aku kepingin terbang biar cepat ke Semarang. Turun di kampus tampak polisi sudah siap menghadang wakil biro. Kami diinterogasi terlebih dulu, berhubung suamiku di RS aku dan Bu Mut diperbolehkan pulang. Oleh suami Bu Mut aku diantar pulang, bebenah dan langsung on the way ke RS Kariadi. Kabar terakhir ponakanku suamiku sudah pindah di IGD Kariadi.
Aku tergesa menuju IGD, cari suamiku tingak tinguk. Suamiku gampang dicari selain badannya yang besar, suaranya juga paling kenceng.
” Allah Allah Allah….” Dia berteriak menyebut nyebut asma Allah dalam ketidak sadarannya.
Kuhampiri lalu aku menyalami tanggannya yang dingin. Kata masku sebelumnya dia juga berteriak teriak manggil namaku. Jika ada ibu ibu berhijab, dia panggil namaku.
Aku merasa sangat sangat bersalah. Dalam kondisi genting begini aku malah berpergian. “Maaf ya Yah.” Aku hanya memohon mohon maaf sambil menahan tangis.
“Sama sama.”
Perawat jaga menghampiriku,” Bu bapak ginjalnya kena ….”