Oleh: Nikmatuniayah
Kehidupan rumah tanggaku sudah mulai normal. Ayah jauh lebih sehat dan bisa berpergian. Lebaran tahun ini (2006) kami masih sempat rekreasi ke Pantai. Sudah jadi kebiasaan jika lebaran ke pantai, karena rumah nenek kami di Lasem banyak pantai.
Ayah pun punya kegiatan rutin. Sekarang dia dijadwal khotbah Jumah di Masjid komplek Bulusan dan Masjid Skip. Kadang kadang pula ayah diundang ceramah hari besar di komplek.
Adik sudah mulai masuk TK. Awalnya adik masuk sekolah pertama malu dan takut. Dia selalu nangis jika ditinggal, alhasil ayah harus menungguinya di sekolah. Ayah mesti duduk di bawah perosotan, menunggu sambil baca koran sampai habis. Kadang dia berkelakar, saking lamanya iklan kecik, jual beli, pengumuman, pengobatan alternatif pun dibaca. Kegiatan menunggu ini berlangsung sampai satu semester. Semester berikutnya adik dikasih uang saku, terus dijanji begitu masuk kelas ayah boleh pulang. Begitu waktu istirahat tiba ayah sudah tiba di sekolah lagi. Demikian perjanjian ini, ayah selalu tepat waktu. Begitu bel sekolah berbunyi ayah sudah kembali ke sekolah, adik bermain pun bisa melihat wajah ayah.
Masuk tahun 2007 aku melanjutkan pendidikan S2 di Maksi Undip. Kegiatanku sekarang pagi sekolah, siang mengajar, malam mengurus rumah tangga. Suatu pagi aku tes pack karena dua bulan telat mens. Alhamdulillah hasilnya positif.
Mulailah ada kegiatan baru menjelang tidur kala menidurkan adik. Adik gembira menyambut bakal baby, setiap mendongeng sebelum tidur, tak lupa dia mengelus elus perut sayang adik.
Selama ini ayah menurunkan gulanya dengan obat oho (minum), metformin atau glukodex. Sudah beberapa minggu ini luka ayah kambuh. Ayah berhenti dari aktivitas, antar jemput adik kuhandle sendiri. Meski pertama nangis nangis adik kutinggal, adik digendong gurunya di bujuk diam. Lama lama adik pun terpaksa berani sekolah sendiri.
Kandunganku pun masuk bulan tiga. Aku sekolah dan mengajar seperti biasa. Kali ini pun ibu datang ke rumah Semarang. Jika ayah di sebelah kamar mengaduh aduh kesakitan, aku tampak sedih. Ibuku berkata,”Wes kowe rak sah mikir bojomu. Bojomu ki wes ono seng ngurus Gusti Allah. Bojomu ki wes pasti umure. Kowe mikir anakmu wae, karo iki,” sambil nunjuk laptop sekolahku. Jadi aku punya trik bagaimana cara belajar sambil bekerja.
Caranya belajar adalah dengan mengkotak kotakan otak. Otakku kubagi empat: sekolah, kerja, suami, dan anak anak. Ketika aku sekolah, otakku masuk kotak sekolah. Aku fokus sekolah, konsentrasi, bahkan aku pun menikmati jalan bareng dengan teman kuliah. Siang masuk kerja, aku fokus mengajar tidak memikirkan suami atau anak. Begitu pulang aku masuk ranah rumah. Aku mengurus anak, mandi sore, makan, belajar sampai mendongeng sebelum tidur. Berikutnya mengurus keperluan ayah, menyiapkan obat dan memijiti sampai beliau tidur. Begitu suami dan anak anak tidur, biasanya pukul 22.00 wib aku baru mulai belajar. Membaca materi kuliah atau mengerjakan tugas untuk besok.
Usia kehamilan masuk empat, ayah mulai serius sakitnya. Ayah minta aku ke tetangga depan rumah minta tolong. Ayah lemas dia minta diantar ke RS Banyumanik. Ternyata gula darahnya tinggi 300, pantas badannya lemah.
Aku yang lagi hamil menjaga suami seperti biasa. Aku juga bolak balik RS ke rumah naik motor. Hanya saja ada yang berbeda, ketika ayah dipindahkan dari IGD ke kamar, aku ikut mendorong bed, rasanya di perut seperti ada yang mlorot.
Tiga hari di RS Banyumanik, aku minta ayah dipindah ke RS Kariadi. Selain penanganannya lebih baik, klaim askes pun penuh. Kalau tetap di sini takut nombok banyak. Akhirnya ayah dipindah ke RS Kariadi naik ambulance. Aku ikut serta mendampingi naik ambulance, ini pertama kalinya aku naik ambulance.
Di RS Kariadi ayah mendapat kamar kelas satu, di lantai 2. Aku pun minta dr Cokorda seperti sebelumnya. Selama merawat ayah, aku naik turun tangga jika mengurus segala sesuatu atau makan. Jaman itu di rumah sakit belum ada liftnya.
Tiba tiba suatu hari di celana dalamku ada flek darah. Ya Allah bagaimana ini. Kutunggu barang sehari tetap keluar flek. Akhirnya dengan kutabahkan aku minta ijin pulang dengan tujuan mau ke bidan. Di rumah aku periksa bidan dan istirahat. Selama itu pula ayah membayar petugas OB rumah sakit untuk membantu urus segala sesuatu.