Dua belas tahun mengidap diabetes, suamiku kini didera gagal ginjal dan harus cuci darah atau hemodialisis (HD), dua kali dalam seminggu, Senin dan Kamis. Awalnya suamiku masih berjalan tegak dan naik motor sendiri kalo pergi HD. Selang berjalan dari dua bulan suamiku menurun, jalannya tidak lagi tegak, pusing sempoyongan. Otomatis sudah tak sanggup lagi nyetir, mobil jadi nganggur di rumah.
Punya mobil tak ada yang pakai, tiap kali HD suami naik taksi. Akhirnya atas dorongan suami dan teman-teman, aku mencoba belajar setir.
Pertama aku belajar di Perdana. Ambil paket 12 jam. Pertama jalan meliuk-liuk, pandangan selalu lihat spedometer.
“Ibu pandangannya ke depan, jangan lhat bawah terus”, kata instruktur.
Selesai 12 jam setengah koplingnya belum betul juga. “Ibu pake matic aja bu, ibu koplingnya ndak bisa”, itu saran intruktur.
Sempat juga lihat galeri mobil di Giant Pedurungan, lihat mobil matic. Dua minggunya suami kembali ke RS Kariadi, tidak sadar gula rendah. Dirawat sekitar tiga minggu.
Karena mandek lama ndak latihan jadi lupa, mobil nganggur di rumah. Nunggu mobil matic uangnya habis untuk berobat.
Yaa mau gimana lagi harus pake mobil yang ada. Seperti seloroh teman, “Nak mobile ra kanggo didol wae.”
Kalo gitu aku mau latihan pake mobil pribadi. Kebetulan di tembok jalan ada pamflet BELAJAR STIR MOBIL PRIBADI PAK BAMBANG.