Driving Story 6

Cerpen

Aku sudah dua kali menjemput suami dari klinik dan lancar lancar saja. Kali ini seperti biasa aku menjemput suami pulang hemodialisis melewati Kaliwiru. Kaliwiru adalah jalan yang menanjak dan selalu ramai di jam pulang sekolah. Tapi kali ini agaknya luar biasa, jalan tampak ramai dan macet. Mobil naik selangkah demi selangkah ditanjakan.

Tanjakan semakin naik, dan cilakanya macet berhenti. Otomatis hand rem kunaikkan, dan ketika mobil depan mulai naik, hand rem kuturunkan. Tapi jalan memang curam, ndak tahunya kali ini blm menguasai kopling, tambah grogi terasa mak gledek, mobil mblorot. Sebenarnya hanya lima senti, tapi mobil belakang posisi mepet banget.

Tahu tahu aku dipepet mobil belakangku Cevrolet, di sana Mbake nunjuk nunjuk aku minta berhenti.
“Mah minggir Mah,” kata suamiku.

Begitu mobilku minggir Mbake yang ternyata turunan Cina menghampiriku sambil mengkerek. Matanya melotot, tangannya nuding nuding hidungku.
“Mbak ini tahu etika nggak sih. Di jalan itu ada etikanya ya Mbak. Saya ini nggak minta uang, mobilku diasuransikan.”

“Ya Mbak minta maaf ya Mbak, ndak tahu.”kata suamiku.

“Kalau baru bisa jangan lewat sini, sini kan jalannya rame. Merugikan orang lain,” tudingnya dengan tangan diacung acungkan.

“Ya Mbak maaf,” kataku.

“Punya SIM ndak? SIM nya nembak ya?!
“Mana SIM nya lihat”.
“Wes Mah ambil SIMe,” suamiku melerai lelah karena habis HD.
Ketika menerima SIM yang kusodorkan, dia lia lihat data ,”Mbak ini dosen kok ndak tahu etika. Ini SIM kubawa, catat no HPku,” katanya sambil nyebut no HP.

“Eh Mbak namanya siapa?,” tanya suamiku.
Mbake ndak jawab langsung ngeloyor pergi.

Esoknya suamiku bilang aku pakai motor aja karena tak ada SIM. “Mengko awan telpon mbake yo Mah, jaluko maaf”.

Siang aku telpon Mbak Chevrolet.
“Hallo Selamat Siang.”
“Ya siapa?”
“Aku mbak yang kemarin siang ketemu di Kaliwiru.”
“Oh yang SIM itu ya.”

“Minta maaf ya Mbak. Bagaimana aku ambil SIMku Mbak?”

“Saya ini kan mau ngasih pelajaran buat ibuke. Ibuke rak baru isa tho? Itu kalau ndak ada mobilku nglondor ke bawah lho.”

“Ya Mbak minta maaf. SIMnya Mbak?”

“Ibuke tahu Yamaha Musik? Nanti sore jam empat ketemu di sana.”

Akhirnya sore ketemu suami pemilik Chevrolet, dan SIM ku diberikan. Suaminya hanya berkata,”Ini bu SIMnya. Sudah ya Bu.”
Sejak itu aku ndak berani lewat Kaliwiru, kalau pulang HD aku mutar lewat Sigar Bencah Meteseh. Walau sama sama nanjak, tapi setidaknya tidak macet ditanjakan.⁠⁠⁠⁠

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *