CINTA KE DUA

NOVELET

Part 1 KENANGAN NUSA DUA

Mia seorang eksekutif perempuan yang cukup cemerlang di bidang karir jurnalistik dan cinema. Perempuan setengah baya ini cukup menawan dan berkepribadian elegan. Rambutnya sebahu agak kemerahan, hidung mancung, tulang pipi yang tegas, mata yang bersinar, dan bibir yang cukup seksi. Kali ini perempuan ini tengah merenung di kubikel kerjanya sebagai manajer penerbitan majalah wanita. Majalah wanita nasional yang cukup diminati , dan seiring dengan berkembangnya era digital, majalah ini pun bertransformasi menjadi majalah digital pula: AURA .com. Majalah wanita digital yang membahas kepribadian wanita, kecantikan, dan fashion. Kali ini dia berjibaku dengan deadline yang harus dituntaskan. Yah, dia terbiasa dengan deadline. Bagi dia deadline seperti kopi yang memicu adernalin untuk bekerja keras. Bisa dikatakan justru di saat deadline, dia bisa bekerja lebih giat, ide-ide mengalir cepat, dan kreatif. Kadang ide-ide yang out of the box keluar di saat detik-detik terakhir. Misal ketika salah satu kolom harus dideled karena narasumber yang tiba-tiba keberatan dipublish, terpaksa dicancel. Sebagai gantinya dia menggantinya dengan menampilkan tokoh-tokoh perempuan eksentrik , karir melejit, terlibat affair sex terlarang. Orang biasanya tidak melihat sisi baik dari prestasi perempuan, hanya sekedar terlibat affair hidup bersama, menjadi gosip yang menarik. Seperti kisah Ratu Cleopatra, orang kebanyakan mengenang hubungan asmara Cleopatra dengan Mark Anthony ketimbang keberhasilan dia dalam memerintah negara.

Mia menekur memandangi foto keluarga di atas meja. Foto bersama suaminya dan kedua anaknya tengah tersenyum lebar, di belakang latar belakang pantai Nusa Dua. Foto itu diambil ketika mereka tengah berlibur akhir tahun. Dia suka memandangi foto itu, karena itu saat paling bahagia dia rasa. Biasanya mereka berempat tidak pernah bisa berkumpul bersama, suaminya yang menjadi direksi Insurance sangat sibuk, Sulung yang kuliah di luar negeri, dan adik yang tengah boarding school international di Jawa Timur, disiapkan kelak kuliah di Inggris mengikuti kakaknya. Yah, sepekan itu adalah pekan yang sangat menyenangkan, mereka berempat berlibur bersama di Bali menghabiskan hampir semua pantai di sana. Perlahan air matanya menitik, kesempatan itu tak akan terulang untuk kedua kali. Dia telah berpisah dengan suaminya dengan menggenaskan. Hari itu dia ingin memberi kejutan pada suaminya yang lagi meeting di Jakarta. Baron Hermanto, suaminya tengah meeting di kantor pusat bersama direksi-direksi cabang lainnya. Seperti umumnya perusahaan besar, meeting umumnya tidak hanya melengkapi dengan fasilitas hotel, spa, kuliner, cinema saja, melainkan juga menyediakan teman tidur, gadis-gadis muda cantik yang sudah disediakan. Tentu tujuannya supaya refreshing, stamina tetap terjaga. Niatnya memberi kejutan dengan tanpa menghubungi via telpon telah berbuah malapetaka. Ketika bertanya pada resepsionis dia begitu curiga dengan crew yang seperti panik, berusaha mengulur waktu dengan mengajak ngobrol dan menawarkan spa ini itu. Bergegas dia menuju kamar diujung lorong 332, kamar suaminya. Dengan mengetuk tergesa, benar saja dia mendapati pemandangan yang tidak terduga. Di dalam kamar dia dapati Baron tengah bercengkrama dengan gadis berambut panjang kulit putih. Gadis itu duduk dipangkuan dengan manja, rambutnya masih basah. Mia terpaku, diam, tergesa setengah berlari memencet pintu lift, turun lalu terbang pulang. Baron yang terkejut ketinggalan mengejar karena mesti dia harus berpakain lengkap.

Sejak itu hubungan Mia dan Baron menjadi dingin. Mia masih memasak, menyajikan makanan saat Baron di rumah. Dia menyajikan makanan, menemani duduk tanpa kata. Tidak ada yang dibicarakan, Baron sendiri pun agaknya kehilangan kosa kata. Keduanya menjadi terdiam, Mia terpukul dengan kesetiaannya yang ternodai, Baron dihantui rasa bersalah yang dalam. Sebenarnya malam itu adalah malam pertama dia berkhianat, sebelumnya dia selalu jaga diri. Waktu itu dia sangat capek, tak sengaja dia ikut terlibat dalam minuman keras yang disajikan, wine. Kawannya sesama direksi yang mencampur keduanya, dan dia sangat letih dengan debat panjang selama meeting. Kepalanya jadi berat dan sedikit pusing, room boy yang memang ditugasi panitia menawarkan seorang perempuan untuk memijit membantunya pulih dari pusing.

Bagaimana dia mengatakan itu yang pertama, Mia tak akan percaya. Dia tahu betul istrinya, sekali hilang kepercayaan, sesudahnya sulit untuk percaya lagi. Diamnya mereka berdua, berakibat dingin di kamar tidur. Tubuh Mia memang masih melayani makan, minum, namun jiwanya sudah terbang hilang. Lama-lama tidak ada lagi ruh di rumah lantai dua bertingkat itu. Tidak ada lagi yang bisa dipertahankan, tak selang mereka berdua mengurus perceraian dengan singkat. Bagaimana tidak, masing-masing tak ada niat untuk bertahan. Terlebih kedua anaknya yang jauh, tak ada yang merekatkan tali perkawinan mereka. Mereka berpisah, setahun kemudian Baron pun sudah menikah dengan mantan sekretarisnya yang terakhir. Sekali lagi Mia menitikkan air mata sedih. Di atas jam 23.00 dia masih dikantor menyelesaikan deadline. Berhenti demi memandang foto keluarga, dia masih memajang foto itu untuk kepantasan. Supaya orang kantor tahunya dia masih bersuami. Perceraiannya terbilang rahasia di mata umum, karena Mia orang tertutup, dan nomer satu menjaga privasi.

“Bu Mia perlu kopi?” tanya office boy yang masih setia menunggu.

“Eh kamu Min, belum pulang.” Mia mengusap air mata dan menjetikkan pas foto tersebut.

“Belum bu, saya menunggu ibu pulang. Tinggal ibu satu-satunya di kantor.”

“Boleh Min.”

“Siap bu, tunggu lima menit.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *