TULISAN-TULISAN YANG SUDAH DITERBITKAN
Luru Permen di Toko Pecinan by Nikmah Yuana (Diterbitkan dalam Bunga-Bunga Ramadhan, Terbitan Alineaku)
Ini adalah puasa pertamaku di masa kecilku, sekitar tahun 80 an. Waktu itu aku kelas 5 SD, karena saking ngga kuat nahan lapar, seharian aku tidur hingga sore. Aku tidur dari pagi, hingga sore menjelang maghrib. Baru turun ketika senja mulai tiba. Aku tidur di loteng, ada jendela yang terhubung keluar, jika aku nglingir aku tengok jendela, begitu masih terasa panas, tidur lagi. Demikian terus sampai tiga kali menengok jendela, demi masih siang terang benderang, tidur lagi sambil memegang perut, laparnya sampai melilit. Biasanya jam menunjukkan pukul 17.00 wib, aku baru benar-benar turun.
Nah begitu hari sudah mulai senja, pergi mandi lalu bersiap-siap untuk jajan. Di daerahku Desa Soditan, kampung santri Lasem, bila sore banyak penjaja makanan di gardu. Ada pecel, janganan, bubur merah, bubur item, es campur, dan pindang daging. Pangan “Janganan” ini sangat khas, hanya ada di Lasem, yaitu Kumpulan sayur kangkung, taoge, diberi docang (sambel kelapa muda), sambel trasi, dan kuah kecut dari air nira (cuka). Rasanya segar banget, dimakan sama kerupuk goreng wedi (pasir) di campur sambel telo (ketela rambat). Sedang “pindang daging” ini adalah kuah pindang dari daging Sapi, dan daging sapi potong kecil-kecil sebesar dadu. Rasanya sangat menyegarkan dan khas, bila aku beli biasanya makannya potongan daging aku emut, lalu tak keluarkan lagi, celup di kuahnya, sampai kuah dagingnya habis. Yah , jaman itu daging sangatlah mahal dan Istimewa, hanya orang kaya yang mampu beli. Jadi kami anak-anak kampung menikmatinya dengan diemut-emut, biar rasa dagingnya awet ha ha.
Karena ini puasa pertama aku kalap beli jajan, semua kubeli : janganan, bubur, es campur. Pas buka senangnya hatiku, berbuka bersama Emak, Bapak, dan saudaraku. Kami keluarga besar, anak Emak banyak, yang dirumah ada empat saudaraku di rumah, dua kakakku merantau di Jakarta dan Surabaya. Makanan favorit keluargaku adalah sayur asem, dan iwak pindang, limun temu lawak. Sayur asemnya campuran kangkung, terong, dan kacang panjang, biasanya dicampur iwak (ikan) Jui (yang banyak durinya), sehingga kuahnya berasa kaldu ikan. Habis buka, langsung menuju simpanan makanan jajananku yang kubeli tadi sore. Nah nah, perutku gembung sampai kekenyangan, pergi tarawih rasanya berat he he.
Ketika sahur Emakku sudah bangun pukul 02.00 pagi. Emak di dapur belakang, terdengar pecak-pecak (suara membelah) kayu bakar. Kompor pemasaknya adalah wuwungan pawon dari tumpukan batu bata, kayu-kayu yang sudah dibelah dimasukkan ke dalam bara pawon. Irama tuk , tuk, waktu membelah kayu menjadi kecil-kecil adalah hiburanku yang khas dinihari. Selanjutnya emak menyiapkan sahur jam 03.00 wib pagi, dan kami semua sahur, hingga menjelang imsya’. Tanda alarm imsya’ di daerahku adalah bel Panjang (katanya peluit kapal) yang terdengar dari Masjid Jami’ Lasem, kira -kira 10 menit. Sepanjang waktu kita masih diperbolehkan menyelesaikan makan dan minum. Aku biasanya sudah siap mandi subuh, berwudhu, lalu pergi ke tetangga menjemput teman kecilku, Danik. Kami biasa berdua berjalan ke Masjid lewat jalan belakang Gang Colo gowok, lalu memutar melewati Toko -Toko Pecinan di jalan raya Lasem. Ada Toko Mbengseng yang terkenal sangat ramai, dan jual sembako apa saja. Di depan toko, ada tumpukan sampah di pojok, sementara toko masih tutup. Jika kita jeli, mengorek-ngorek biasanya ada banyak permen yang terbuang atau makanan . Yang dimaksud sampah di sini bukan sisa makanan atau sampah kotor ya, jangan salah paham. Sampah di sini adalah tumpukan bungkus, atau plastik-plastik , dan snack , permen yang terbuang. Yang paling sering kami temukan adalah permen yang masih utuh dalam bungkusnya, permen itu masih layak dimakan. Kami berdua selalu berhasil menemukan permen-permen masih bagus, langsung dimakan. Ada permen Sugus, yaitu permen yang dipuntir plastik warna-warni. Baru dewasanya kami mengerti, waktu menemukan permen-permen itu bisa jadi membatalkan puasa, tapi kami anak-anak nggak kepikiran he he.
“Ini permennya sudah dibuang, ayo Nik kita makan. Nggak papa” Kata Danik kepadaku, yang namanya mirip denganku, Anik. Kami tetanggaan, tapi kami memiliki nama yang sama. Barangkali orang tua kami kompak waktu hamil dulu ya.
Tradisi luru permen itu kami lakukan sampai kami kelas 6, karena Danik harus pindah ke Semarang mengikuti kedua orang tuanya yang pindah kerja di BRI. Jaman waktu itu saya dapat haid pertama di kelas 1 SMP atau kelas 7, tidak seperti gadis sekarang kelas 6 sudah haid. Jadi untung saja tradisi luru permen itu kami lakukan pas masa kanak-kanak. Kisah lucu dan unik tak pernah lupa, mengingatkan Ramdhan syahdu bersama teman kecil.