Dua Matahari di Sekolah

SERPIHAN CORETAN

Nikmah Yuana (Diterbitkan dalam “SMA 1 Nostalgia Masa Sekolah)

SMA Negeri Lasem adalah sekolah lanjutan yang pertama di Kota Lasem. Aku adalah siswa Angkatan 1988. Setiap kali berangkat sekolah aku berjalan kaki bersama teman satu desa, Firoh. Aku mesti ngampiri, lalu berdua berangkat bersama, hal ini berlaku sampai kelas 3. Aku anak yang pemalu, meski pandai. Saking pemalunya aku sangat pendiam, hanya bicara seperlunya. Sampai-sampai guruku mapel Biologi sering menyuruhku keluar untuk mencari tanaman buat contoh praktek biologi. Katanya, biar aku jadi anak yang pemberani. Aku naik kelas dua dengan nilai bagus, ranking 5. Seharusnya aku bisa masuk kelas Biologi (A2) atau Fisika (A1), tapi sama kakakku diminta ambil Ekonomi (A3). Katanya, “ Biar kamu paling pintar di kelas Ekonomi, dan dapat beasiswa Nik he he”.

Masuk kelas 2 A3 kisahku dimulai. Ada dua guru yang sangat aku kagumi, yaitu Pak Mualif guru Bahasa Indonesia, dan Pak Dandung  guru Akuntansi. Pak Mualif ini suka bercerita di kelas, cerita bersambung mirip Novel. Kami semua di kelas selalu siap menunggu cerita beliau. Pak Mualif bercerita dengan intonasi pelan, pasti, dan misterius. Kami selalu penasaran bertanya-tanya kelanjutannnya. Pak Mualif yang mengajari aku menulis, meminjam buku-bukunya tentang “Menulis itu gampang” , yang akhirnya tak pek, nggak tak kembalikan he he. Belia mengajari aku bikin puisi, dan pidato. Di masa ini aku menulis cerita bersambung, yang akan dimuat di Majalah Dinding sekolah. Suatu siang istirahat ke dua, aku ke kantor untuk keperluan bertemu wali kelas. Di sana aku melihat Pak Mualif mengetik sendiri hasil karyaku dengan mesin ketik, satu halaman dibikin dua kolom. Aku melihat beliau mengetik dengan hikmad dan rela. Esoknya aku melihat cerpenku yang dimuat di Majalah Dinding sekolah, aku terharu. Hasil karyaku diketik sendiri oleh guruku dengan rela hati. Yang kuingat adalah Pak Mualif orangnya ganteng, berkulit putih, jika bicara selalu tersenyum lebar. Jika membuka kelas selalu menyapa anak-anak dengan sebutan, “Ananda”. Sebutan yang kurasa hebat di jaman itu.

Saking dekatnya aku dengan guruku yang satu ini, teman-teman suka meledekku,” Pak dicari fansnya” bila beliau melintas di koridor sekolah yang bertepatan muka kelasku. Aku yang malu-malu, beliau tangkis dengan senyum telak,” Ya kitakan soulmade”.

Aku sering ke rumah beliau untuk belajar menulis atau sekedar berkunjung. Dipinjami buku-buku “Menulis” dan sastra yang mengasah kemampuan menulisku jadi maju pesat. Pernah ada tugas membuat syair puisi kontemporer yang hasilnya, tulisanku dinyatakan terbaik.

Berikutnya Pak Dandung yang merupakan guru Mapel Akuntansi. Orangnya hitam manis, kebalikan dengan Pak Mualif. Suaranya banter membahana, keras dan disiplin. Pernah ada temanku yang terlambat dimarahi habis-habisan dan dihukum berdiri di depan kelas. Aku kasihan dengan Junaidi, nama siswa itu, orangnya kecil, hitam, dan tidak pintar. Dia selalu dibully teman dan dimarahi guru karena kurang cerdas. Junaidi mesti minta tolong padaku, untuk diberi contekan tugas.

Bila menjelaskan, Pak Dandung sangat lugas, dan rasional. Kadang diselingi guyon, anekdot, dan bualan seperti,” Persamaan akuntansi itu kalau transaksi ratusan, bisa dibuat sepanjang tembok kelas.” Katanya sambil memperagakan menarik tangan dari papan tulis sampai ujung tembok. Bagiku sangat lucu xi xi.

Suatu sore aku datang ke rumah Pak Dandung untuk menanyakan tugas soal yang diberikan. Di ruang tamu aku diterima dengan baik, dan beliau menjelaskan dengan baik. Waktu itu aku senang sekali, dan merasa nyaman, dada rasanya berdebar-debar,  he he (yang aku tidak tahu bahwa itu mungkin aku telah jatuh cinta wk wk).

Besok di sekolah waktunya Mapel Akuntansi, aku sudah bersiap menunggu Pak guru dengan semangat dan berbunga bunga. Di sana di Seberang koridor sekolah aku sudah melihat beliau datang. Tak diduga beliau berhenti di tengah jalan, yang berpandangan tepat bersiborok dengan aku. Kebetulan dudukku di tengah paling depan. Kami saling bersitatap antara 5/7 menit. Setelahnya beliau masuk kelas dan menyapa kelas seolah emang baru hadir.

Pak Dandung selalu beri aku semangat, hingga mempengaruhiku untuk mengambil PSSB, Jurusan Akuntansi di UNDIP. Beliau sangat berambisi untuk menjadikan aku murid terbaik, dan aku tidak menyia-nyiakannya.

Yang lucu adalah ada pengisian formulir olahraga yang kutulis “Bulu tangkis” sebagai prestasi. Karena aku sangat takut nanti kalau ditest, setiap sore aku selalu main bulu tangkis sama adikku. Aku sangat takut kalau dibatalkan seleksiku. Yang sebenarnya adalah tidak pernah dites lagi, karena aku lolos PSSB, jurusan Akuntansi di UNDIP tahun 1991. Aku jadi mahasiswa Akuntansi dengan jalur siswa berpotensi (PSSB) tanpa tes.

Saat perpisahan di sekolah Putih Abu, aku mendapat penghargaan siswa terbaik, dan memperoleh NEM Tertinggi di Kecamatan Lasem. Aku bersyukur dan berterimakasih pada dua Matahariku di sekolah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *