MELEPAS DENGAN CINTA

SERPIHAN CORETAN

NIKMAH YUANA (DITERBITKAN DALAM LINTASAN KASIH, PENERBIT ALINEAKU)

Ketika ditinggal pergi suami dan menjadi janda. Status yang harus diterima meski tantangan berat, menjaga martabat, menjaga hati, dan menjaga kehormatan diri. Menebalkan diri Ketika dinyinyirin tetangga atau kecewa dengan teman sejawat. Aku harus menjadi ibu yang tangguh bagi kedua putraku. Dua putraku masih Pendidikan di luar kota, sebuah pesantren modern yang terkenal di Jawa Timur, Gontor. Sulung pengabdian Masyarakat dengan melanjutkan kuliah di UNIDA Gontor. Si kecil baru mondok di Gontor Darul Muttaqin kelas 4 di Banyuwangi.

Otomatis saya sendiri di rumah, bila siang nggak kerasa karena kegiatanku mengajar di Kampus Polines Semarang. Baru ketika malam menjelang sepi menyengat, kadang suara kaleng jatuh aja membuatku kaget. Bila tak sengaja TV menyiarkan film Horror rasanya seperti melihat sesosok bayangan di jendela atau kaca kamar. Kadang tengah malam ada suara ketok pintu, mengingat rumahku paling pojok dekat hutan, bisa jadi Binatang malam atau Anjing yang garuk-garuk pintu. Malam mencekam sepi, dengan suara dengkuran malam binatang serangga, ngengat atau kodok. Kadang kala aku diliputi rasa takut sendirian. Situasi ini kuatasi dengan menyetel Qur’an di channel TV Makkah 24 jam. Rasanya lebih tenang dan tidak ada rasa was-was. Ketika aku sakit sendirian di rumah, aku panggil kedua kakakku via watshaap. Mbakku tinggal di Genuk demak, dan Masku tinggal di Ungaran. Masku yang kerja di sebuah Hotel kecil di Banyumanik Semarang, bila pulang menyempatkan diri menengokku dan memberi semangat.

“Kamu banyak makan buah-buahan yang segar, nanti tubuhmu akan menyembuhkan sendiri dengan menumbuhkan sel-sel baru”

Begitu aku sembuh lumayan enak, gentian Mbakku yang masuk angin. Agaknya Mbakku kedinginan di tempatku, Jabungan Banyumanik yang relatif lebih dingin dibanding kotanya. “Anakmu kon balik. Biar kamu ada yang nemenin jagain.” Sarannya sambil  menggigil kedinginan, dan dia pun pamit pulang.

Tinggal aku sendiri lagi di kamar. Yang bisa aku lakukan mendengarkan musik dan sholawat, untuk menghibur diri. Aku suka mendengar lagu “kerinduan” jika aku rindu suamiku. Nadanya yang sendu abis, dan liriknya yang mengingatkan almarhum suamiku, membuat  aku menangis. Puncak dari kesendirianku adalah ketika aku baca buku dan jatuh di bawah ranjang. Tangan kumasukkan bawah ranjang yang berimpitan dengan ranjang dan tembok. Semakin masuk ke dalam tangan kuraih-raih, kanan kiri, tanganku semakin masuk. Nah ketemu! Begitu mau kuangkat, ternyata tanganku tak bisa kuangkat, kejepit antara ranjang dan tembok. Lama kuputar-putar sampai tanganku sakit, aku mulai panik. Bingung mau teriak minta tolong atau bagaimana? Mau teriak, posisi di kamar, dan pakai daster lagi (sehari -hari diluar berhijab). Aku mulai mohon -mohon sama Tuhan, sampai aku nangis terisak sendiri. Kucoba lagi, kuputar-putar lengan dan bismillah,  tanganku bisa terangkat. Di sini puncaknya aku mulai sadar, aku butuh didampingi, anakku harus pulang!

Le nanti habis pengabdian kuliah di Semarang aja ya temani Mama.” Saya chaat WA.

“Ya Mah.” Jawab putraku.

Sekarang putraku kuliah di Semarang, di Polines tempat aku mengajar sebagai dosen, Cuma beda prodi. Aku tahu dia telah mengubur impiannya demi menemaniku kuliah di Semarang. Awal awal seperti setengah hati, kuliah sering telat dan dikomplain dosen yang juga temenku. Saya tidak bisa memaksa, hanya kupinta dia kuliah dengan baik, setiap malam kupanjatkan doa untuknya, putra sulungku. Kubacakan Al Fatihah 40 kali, dan wirid untuknya. Supaya masa depannya cerah, menjadi orang yang bermanfaat.

Dalam masa covid pandemi, pagi ini tenggorokanku terasa gatal. Rasanya badan kurang prima dan lemas. Aku pergi ke puskemas, baru saja bilang “batuk”, sama dokter diminta cek lab. Masa langsung dibilang cek lab, nggak dikasih obat dulu gimana kek (batinku). Aku menunggu cemas, tanya Mas sebelah.

“Mas Tes juga? Hasilnya apa?”

“Ya , positif .” sambil nunjukin surat  hasil test swab. Istrinya juga bilang, semua yang di tes juga positif. Nah benar juga, aku Positif covid! Aku terbaring, menahan badan panas, kepala pusing. Sendi sendi rasanya cenut-cenut, rebahan aku tak beraktivitas. Diam di kamar sendirian, semakin dirasakan rasanya seperti kesepian, dan air mata tumpah. Putraku pulang kuliah tengok kamar, dan bilang,” Mah jangan berbaring terus, rak sah dirasakke. Semakin dirasakan nanti tambah kerasa.”  Benar juga kata putraku. Aku bangun, kreteg kreteg, lalu mulai beraktivitas, bersih-bersih rumah. Menyapu, mengepel, membuang litter pup kitten, menyiram bunga, dan memasak sekedar sayur bening tempe atau sop bakso. Karena aku isolasi mandiri dua minggu.

Sebagai single parent keuanganku terbatas, akhir bulan dipastikan saldo menipis, atau bahkan kosong. Aku ke ATM , “saldo kosong”. Kadang aku nekat narik sembarang “500”, sapa tahu ada he heh. “saldo kosong” Ambil dompet, pas kosong tak ada lembar rupiah. Saya tabah-tabahkan, sabar-sabarkan. Kondisi sakit covid dan tak berduit ( sedih).

Saya pulang, dan WA ketua jurusan ,” ijin sakit , alasan positif covid”. Sambil diam dan merenung di kamar.

Allah maha besar, tak berselang datang temenku, bawa suplemen dan susu beruang di taruh teras. Lalu, datang lagi temenku yang lain bawa makanan yang siap saji. “Terimakasih ya buk.” Aku bersyukur dan berterimakasih pada Tuhan yang maha Kasih. Dari kampus juga ada bantuan covid dan vitamin C dosis tinggi.

          Kadang pas waktunya bayar UKT kuliah, pas uang habis posisi tak ada tabungan. Bareng dengan permintaan kiriman adik di luar Kota yang jumlahnya juga banyak. Saya biasanya pinjam teman sejawat, dan nanti akan dibayar ketika pencairan honor atau sertifikasi. Hari ini di bulan Agustus 2023 putraku tengah sidang mempertahankan skripsi untuk menjadi sarjana sain terapan. Disebelahnya aku sebagai ketua Tim penguji Tugas Akhir Prodi D3 Akuntansi Polines. Kami duduk bersebelahan hanya beda takdir he heh. Aku chaat putraku untuk beri semangat. “Semangat ya.” Putraku membalas dengan emoticon lucu Beruang coklat ngacung dua jempol senyum-senyum.

Alhamdulillah doaku dijabahi, putraku mulai nyaman dan rajin ke kampus. Menjelang skripsi sudah menunjukkan keseriusan dan kesungguhan. Tanya mengenai pengolahan data, dan penulisan artikel ilmiah. Sebagai dosen penelitian dan artikel ilmiah adalah makananku dan menghasilkan cuan untuk tambahan.

“Bu ini tolong berikan sama Saddam untuk bayar wisuda jurusan. Saya dulu pernah janji sama diriku sendiri, besok kalau Saddam lulus, aku yang bayar wisudanya.” Katanya sambil menghaturkan uang 550 ribu dalam amplop.

           “Terimakasih ya Bu. Nanti saya sampaikan Saddam.” Aku terharu, karena ibu ini yang kupinjami duit jika aku lagi tongpes. Aku bersyukur telah dikelilingi orang-orang yang baik, orang-orang yang mencintaiku.

 Pada tanggal 23 September putraku telah diwisuda sebagai sarjana sain terapan perbankan syariah. Saya melepasnya dengan rasa syukur dan terimakasih. Terimakasih kepada Tuhan, bahwa saya telah melalui semua ujian. Bersyukur, putraku telah menamatkan Pendidikan dan menjadi sarjana, lulusan Gontor lagi. Saya bersuka cita dan berdoa untuknya. Rasanya lega dan saya akan melepasnya dengan cinta.

oplus_1059

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *