Super Mom 21 TRAUMA DIBAWA PULANG

Pengasuhan

Sesampai di Kamar Merak VIP ayah diambil darah untuk cek lab berbagai macam. Kondisi ayah sudah lebih dari tenang. Ini kali ketiga aku masuk RS Kariadi sejak ayah gagal ginjal. Dalam durasi yang pendek, belum ada setahun. Perawat perawat Lantai 1 banyak yang mengenaliku, jika aku turun sholat di lantai 1 aku mlipir. Rasanya malu jika ketemu perawat perawat sebelumnya. Sepertinya kok tidak becus ngurus suami, men mlebu rumah sakit ae.

Suatu ketika setelah selesai sholat, ditembok ada beberapa brosur kuambil. Brosur brosur itu mengenai edukasi terhadap pasien dan keluarga. Diantaranya brosur tentang edukasi mengurangi rasa nyeri, edukasi perlakuan terhadap pasien yang berbaring terlalu lama. Petunjuknya adalah: kaki sering ditekuk, diputar secara kontinyu, untuk mencegah kelumpuhan. Pasien yang terlalu lama di tempat tidur potensial lumpuh.

Satu lagi brosur edukasi komplikasi gagal ginjal berupa ‘Hilang Kesadaran’. Ciri cirinya adalah: meracau, suka melempar barang, halusinasi, merasa mendengar sesuatu padahal tidak ada. Mak deg! Ciri cirinya kok sama dengan suamiku sebelumnya? Aku memikirkannya dan aku ketakutan. Bagaimana kalau gejala ini menetap? Bagaimana aku bisa bekerja? Apalagi hari kemarin pas hemodialisis di Kariadi, aku lihat sendiri salah seorang pasien meracau ngamuk ngamuk. Aku ketakutan, sangat ketakutan. Aku berpikir yang bukan bukan, sangat negatif thinking.

Di kamar bersama bapak aku was was. Aku sungguh tidak tenang, tidur tak nyenyak. Kegaulan ini kutanggung sendiri, tak mungkin kubagi dengan suami.

Suami bicara masih patah patah. Selama menunggui aku tak memungkiri, dadaku deg degan. Cemas! Suatu hari sesusai makan malam, suamiku tiba tiba ketawa, sambil nunjuk tembok.

“He he ndelok Mah. Mosok ning tembok ono entung.”

“Endi, rak ono yo.”

“Kuwi lho cedak lawang.” Jarinya menunjuk sesuatu.

Kucari arah yang ditunjuk, kudekati, kulihat apa sebetulnya. Dari jauh memang seperti kepompong, tapi tak mungkin bukan?

Setelah kudekati ternyata bekas gerendel pintu yang dilepo semen. “Dudu yo. Wes istirahat ndisek.”

Suamiku diam, lalu bersiap untuk tidur. Hari hari ini dia banyak diam, tak banyak bicara seperti biasa. Mungkin energinya belum pulih benar. Kebaikannya adalah dia masih bersemangat makan. Apalagi di VIP menu makananya sedikit beda, ada sajian pusing juga anggur.

Dia tidur. Aku belum tidur juga. Aku masih memikirkan brosur tadi. Takut sangat! Karena tak tahan, esoknya aku telpon Mas Abu, minta supaya ke sini.

Esok siang tak kala selesai sholat, aku mengajak Masku bicara di lobby. Kutunjukkan brosur mematikan itu, dan kubilang aku sangat ketakutan.

“Rak popo, belum tentu. Teguh iseh apik kok. Wes rak sah mikir macem macem. Dipasrahke wae marang Gusti Allah.” Begitu nasehat Mas padaku.

Setelah membaik, ayah dihentikan obat gulanya. Jadi sudah tak perlu minum obat gula, hanya menjaga saja dari makanan manis. Kata dokter, biasanya pasien gagal ginjal diabetesnya sembuh sendiri. Artinya, karena makannya sedikit, minumnya dibatasi, dengan sendirinya gula darah terkontrol.

Setelah mau pulang perawat senior berpesan,”Jenengan bisa jaga tho Pak, makanan manisnya?”

“Njih..”, suamiku bersemangat untuk pulang.

Suamiku pulang ke rumah, suka. Tapi aku seperti trauma, brosur itu begitu menghantuiku. Sepanjang hari di sisinya aku tak merasa nyaman. Jika tidur aku ketakutan, siang hari pun aku trauma.

Suatu siang aku ditelpon Mbakku yang di Demak.”Hallo Niik!”

Ditelpon kuceritakan kalau aku di rumah tak nyenyak tidur, ketakutan.

Dia bilang,”Wes pasrahke wae marang Gusti Allah. Wong lorone wes suwe tahunan. Syukuri anggep iku ngancani uripmu.”

Benar juga. Setidaknya aku masih ada teman disandingku, tak sendirian. Awal awal mendampingi dia, suamiku betul betul ujian. Menguras kesabaranku. Bila suka makanan yang satunya (pecel), maka aku diminta beli pecel tiap sore. Pecelnya tak sembarangan, harus yang ada di Ngesrep.

Pernah saat tak selera makan, tiba tiba dia minta tengkleng. Aku bingung,bagaimana ini? Tengkleng tak baik bagi hipertensi. Tapi kalau tak beli, disalahkan.

Akhirnya terpaksa aku berangkat ke warung sate kambing. Di jalan aku berdoa, moga moga suamiku tak berselera nanti.

Sesampai di rumah, balik dari warung kulihat suamiku di teras. Dia muntah muntah terus hingga lemas. Akhirnya dia bilang sendiri,”Tengklenge pek o Mah, wetengku rak penak.”

Dia kutawark roti susu mau. Tengkleng itu kumakan sendirian. Setelah itu kusiapkan obat mual, namanya condansentron. Bila nanti sesak bisa dikasi obat telan bawah lidah, isordion atau ISDN.

Dengan berzikir, membaca Asmaul Husna lambat laun ketakutanku berhenti sendiri. Kondisi ayah mulai pulih, tipsnya adalah dia harus makan. Dengan memenuhi seleranya dan mendampingi sepenuh hati, InsyaAllah dia akan membaik. Sekarang HD sudah menjadi style hidupnya, dinikmati dengan senang. Bobotnya pun sudah mulai berisi, gemuk dan tampan. Alhamdulillah.

Dia

Kondisinya mulai gemuk dan tampan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *