Super Mom 19 “Gula 30 Ngedrop, Tak Sadar Meracau”

Pengasuhan

Hari ini tepat meninggalnya orang penting di Kota Semarang, DR Dokter Rofiq Anwar. Beliau adalah seorang dokter ahli di RS Kariadi, yang juga aktivis Ikatan Cendekiawan Islam (ICMI). Dulunya suamiku ini juga sesama aktivis ICMI, jadi sering ada event bersama Dr Rofiq.

Sore itu sepulang kantor, kulihat suamiku berbaring santai di kamar. Kuberitahu, bahwa Dr Rofiq telah meninggal. Dia bilang, “inna lillahi wa inna lillaahi rojiu’n”.
Kutawari jika mau melayat, kuantar, kabarnya beliau mau dikebumikan di Makam UNDIP. Tapi dia menolak, bilangnya,”awakku rak penak kabeh.”

Lantas suamiku
Mas Guh sedang duduk di depan TV. Dia menonton acara traveling pendidikan ke desa desa. Dia bercerita kalau semasa sekolah, dia juga suka melakukan kegiatan bakti sosial seperti itu. Bicaranya patah patah, terus dia ke kamar belakang. Dia bilang badannya sangat tidak enak, dia tengkurap minta dipijitin.
“Awakku ki rak penak Mah. ” Dia mengaduh aduh kesakitan.

“Duuh Pak Rofiq sedo aku kok loro,” dia mengeluh kesah.

Terus terhuyung dia keluar pintu belakang, ambil kunci mobil. Dia masuk mobil, mesin dihidupkan & AC juga dihidupkan. Agaknya dia sesak, gerah, ingin mencari udara segar. Tapi aku takut, kalau kalau tak sadar nyetater mobil. Posisi mobil notok, diseberang ada mesin cuci dan tempat cucian piring.

Kunci kuambil,”Endi kuncine. Tak terke, meh neng endi?”

Tanganku disamplek, kunci diambil lagi lalu mesin nyala. “Aku ora lungo endi endi!”

“Iki lho pijeto, aku ra popo,” Dia buka baju nunjuk punggung minta dipijit. Dengan agak takut kupijit pijit punggungnya.

“Kowe ra usah wedi. Aku ra popo!” Katanya membentak. Tapi selang kemudian dia mulai bicara ngawur. Ya Allah ini pasti indikasi darurat. Langsung aku berlari ke rumah tetangga minta pertolongan.

“Pak pak Anwar tolong!” Kuketuk ketuk pintu tak terdengar orang dalam. Kuberlari kupintu samping, agaknya terbuka. Kulihat Pak Anwar lagi leyeh leyeh rebahan nonton TV. Langsung tangan Pak Anwar kugandeng ke luar.

“Pak pak tulung Pak. Pak Teguh tidak sadar.”

“Ya bu iya bu. Sabar ya bu…” katanya ikut bergegas.

Disana kudengar suamiku berteriak panggil panggil namaku.

“Nikmaah! Nikmaah!!”

Di mobil ayah tampak kesakitan, masih di posisi setir.

“Pak pak Teguh pindah belakang njih.” kata Pak Anwar.

Ayah menolak. Berteriak kesakitan, agaknya dia dalam kondisi tak sadar. Kemudian datang dua mahasiswa yang nanti mau mengelesi anak anak. Kupanggil lalu kuminta ikut jaga Pak Teguh. Mereka berusaha memindahkan ayah ke kursi belakang. Sementara itu aku masuk kamar, ambil baju seperlunya jaga jaga untuk opname.

“Nikmaah! Nikmaah!!” tampaknya suamiku masih manggil manggil namaku. Teriak teriak kencang sekali.

“Njih njih Pak Teguh. Bu Nikmah baru ambil baju.” jawab Pak Anwar.

Setelah siap kunci rumah kutitipkan mahasiswa, aku dan Pak Anwar bawa ayah ke klinik.

“Tulung sopiri jenengan njih. Kulo wedi nak mboten konsen.”

“Oh njih bu.”

“Ke klinik Pak.” ⁠

KGL

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *