Super Mom 10 “REJEKI ITU ADA”

Pengasuhan

Oleh: Nikmatuniayah

Rumah tanggaku terbilang mulai dari nol. Tidak ada bantuan dari orang tua apalagi warisan. Tanah kubeli dengan kredit Bank Jateng. Pembangunan rumah pun kami potong gaji via BRI. Biaya pembangunan itu kira kira angsurannya hampir separo gaji pokok. Aku yang pegawai negeri tentunya beban ini sangat berat.

Ada saat bulan bulan paceklik, yaitu bulan libur mahasiswa yang tentunya tak ada honor ngajar. Untung rumah kontrakan kami sebelumnya dekat sawah. Rumah kami di ujung, paling pojok mepet sawah. Untuk masak sayur aku atasi dengan ngramban metik di sawah. Daun singkong, kangkung, atau daun glandir yang tumbuh di semak semak sawah.

Ada teman kerja Mas Tok, yang juga teman asal kampungku. Sebulan sekali dia datang ke rumah sambil bawa sembako: beras, minyak goreng, indomie, sarden, dan beberapa jajan. Mas Tok ini memang paling mengerti keluargaku. Kadang jika dia tahu aku kesulitan, dia menyuruh anaknya, Noe memberikan amplop uang untuk biaya sekolah anakku.

Di kampus ada teman namanya Bu Lia. Dia suami isteri sama sama dosen di sebuah perguruan tinggi negeri. Suaminya sering dapat dana dana hibah dari Dikti. Untuk membuatnya adalah dengan menyusun proposal program. Bu Lia memberi dukungan agar aku membuat proposal program serupa. Ada berbagai macam skim kegiatan, bisa dimulai dari yang gampang dulu.

Bu Lia ini orangnya sungguh baik. Dia ini juga pendengar yang baik pula. Aku yang menjadi pendamping suami sakit, tentunya melalui liku liku dan suka duka. Karena menghadapi suami yang sakit itu tidaklah gampang. Harus pandai pandai menjaga sikap dan bersabar seluas samudra. Dia yang kusebut Miss Lia mesti mendengarkan segala keluh kesahku. Tanpa memberi solusi, asal didengar pun aku sudah tenang.

Bahkan saking baiknya, soft copy proposal suaminya pun dipinjamkan padaku. Aku mulai belajar membuat proposal skim kegiatan, pertama meniru proposal Pak Suf. Proposalku diundang paparan sampai tiga kali namun masih gagal. Belum rejeki kali.

Tak putus asa tahun ke empat aku maju lagi. Alhamdulillah tahun ini diterima untuk skim kegiatan 2 tahun. Di internal kampus pun aku ikut berlaga kompetisi program kegiatan. Kemampuan semakin terasah, dan aku mesti lolos tiap tahun. Alhamdulillah keuangan kami mulai membaik.

Dalam pembayaran SPP anak kami tidak membayar bulanan, melainkan rapelan di bulan bulan aku terima yang ekstra. Gaji 13, tabungan hari raya, atau rapelan honor bimbingan & ujian Tugas Akhir. Bendahara sekolah sudah hafal, biasanya aku datang bukan niat membayar SPP 3/4 bulan. Tetapi aku menyodorkan uang yang kubawa terlebih dahulu, baru dihitung apa aja yang dibayar.
“Mbak aku bawa satu jutaan nih.”

Lalu Mbak Wien bendahara menghitung jumlah yang pas kubayar. ” Baiklah, ini pas untuk SPP 3 bulan dan ekstra kurikuler ya.”

“Siap Mbak!”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *