Semenjak itu ayah berulang kali pingsan tak sadarkan diri. Gejalanya keringat dingin berleleran, kedinginan menggigil terus pingsan. Di klinik juga pernah pingsan dalam tidur selagi masih cuci darah. Tahu tahu bangun atau dibangunkan dalam posisi terjaga dari ketidak sadaran.
Pernah pulang HD naik taksi sendiri di malam hari. Tahu tahu pintu rumah diketuk orang, yang ternyata driver taksi.
“Bu, bapak lupa alamatnya. Tadi kucari di KTP, putar putar di Perum Tembalang Pesona Asri.”
“Oh njih Pak. Kalau sini Pulesari.”
Kulongok ayah di pintu mobil kelihatan lemas dan payah. Segera kupapah ayah masuk rumah dengan bantuan driver taksi.
“Matur nuwun njih Pak.”
Ceritanya begini, sampai di Jatingaleh masih ingat. Tahu tahu dia tertidur (pingsan), pas bangun tidak ingat dimana berada. Ketika ditanya driver Tembalangnya mana, otaknya juga bleng. Dia lupa sama sekali dimana dia tinggal. Yang masih bisa diingat Perum Tembalang Pesona Asri, padahal masih 200 m lagi belok ke kampung Pulesari. Sejak itu untuk mengantisipasi, aku memesan kartu nama dengan alamat Pulesari, di tambah nomer HP dan email.
Berangkat dari pengalaman itu, suamiku tidak boleh berpergian sendirian. Didampingi atau diantar jemput. Mulai hari ini aku bertekad untuk belajar menyetir mobil. Aku belajar menyetir mulai dari paket 12 jam sampai les privat yang biayanya per jam. Dengan sering memakai tiap hari pengalamanku menyetir bertambah. Walaupun awalnya mengalami tabrakan, senggolan, atau ngglondor ngunduri mobil orang, aku tetap berjuang. Biaya belajarku ditambah ongkos ganti rugi sepadan dengan perbaikan ketrampilan menyetir (baca driving story).
Suatu pagi shubuh, tiba tiba aku mendengar teriakan dari kamar mandi.
“Allahu Akbar. Allahu Akbar.”
Aku yang lamat lamat baru bangun, langsung jenggirat lari ke kamar mandi. Kulihat ayah jatuh terduduk, kepalanya mengalir darah. Langsung ayah kuangkat, berdiri, kupapah ke luar dan duduk di kursi. Darahnya mengalir terus menerus tak berhenti.
Aku ketakutan. Sangat ketakutan. Takutnya kalau ayah jatuh kena stroke, atau berakibat invalid. Kucari betadin, kok ya habis. Aku langsung lari ke tetangga ngetuk pintu, pinjam betadin.
Kutekan luka kepala ayah dengan kapas. Sebelumnya kulumuri dengan betadin. Darahnya mengucur terus tak berhenti.
“Wes Mah rapo po. Ora usah wedi. Kono jupuk kain kudung nggo naleni.”
Ayah menyuruhku menutup luka dengan kapas, terus ditaleni pake kain kudung. Kain ditutupkan di atas luka, terus ditali melingkar di kepala. Untung hari ini jadwalnya HD. Dengan kusopiri sendiri ayah kuantar ke klinik.
“Lho Pak Guh wonten nopo niku. Kok ditaleni.” Tanya perawat klinik.
“Jawah bu.”
“Atos atos njih Pak.”
Saat dokter Lestari visit kuceritakan, bahwa ayah baru jatuh dari kamar mandi. Selanjutnya ayah disuntik syaraf, yang tujuannya untuk memperlambat serangan syaraf.
Alhamdulillah lukanya tidak sampai gegar otak. Tali dicopot kemudian ditutup kasa sama perawat. Seminggu berikutnya kasa sudah dilepas, ayah membaik kembali.