Aku sudah mulai belajar stir mobil pribadi. Keluar kampung Pulesari instruktur memintaku bawa mobil. Karena suamiku bilang sudah pernah belajar di Perdana.
” Pak saya sudah lama ndak bawa mobil.”
“Coba saja bu.”
Aneh mobil jalan juga, tapi masih grogi. Diajak jalan sampe Bukit Kencana puter puter. Pulangnya mau masuk kampung,” Bu berani ndak masuk kampung. Yakin bu.”
Jalan ke rumahku menurun tajam dan meliuk. Kucoba bawa mobil sampai bawah, berhasil.
Sampai hari ke 6 aku belajar stir malam. Pengalaman yang mengesankan kala jalan nanjak di Sekaran dekat Unnes lama. Jalan tinggi banget seperti berdiri, mati ditengah ketinggian, mbrosot. Sreeet sampe kaset kaset di dasbord berjatuhan.
“Ambil gas lagi, kurangi satu, gas terus tambah tambah.Jangan dikurangi!” seru instruktur.
Sampai diposisi aman aku tanya instruktur,” Mas tadi takut ndak, sopire amatir”
“Ndak. Kan ada sholawat… aman,”
Eaalaah Mas instruktur bisa bercanda juga. Memang aku selalu mengumandangkan sholawat di kaset mobil. Lha punyanya ya itu.