Patah Hati Terhebat: Dia yang kusebut Biru

SERPIHAN CORETAN

Nikmah Yuana (Diterbitkan dalam “RANAH HATI YANG RETAK” , Penerbit Alineaku)

Dia yang kusebut Biru. Karena dia mengingatkan aku akan langit biru, tenang, nyaman, dan menyejukkan. Namun dia juga Badai, yang memukul-mukul perasaanku agar hilang, setelah dia menetapkan hatinya pada yang baru.

Bisa dikatakan cinta beda kasta, ada jarak yang membentang diantara aku dan biru. Cinta yang special, spesifik, hanya kami yang tahu, atau hubungan twinflame.

Biru adalah muridku yang cakap dan ganteng. Badannya yang besar, bongsor bisa dibilang berbeda dengan yang lainnya. Rambutnya yang bergelombang, bibirnya yang tipis mirip bibir Perempuan, suaranya yang bergema mantap. Aku suka mendengarnya, apalagi ketika menyanyi, dan kudengar suaranya via telepon, betapa aku merinduinya.

Kami bertemu karena ada events. Events pagelaran music, dan gue jadi promotornya, sutradaranya. Tentu saja gue bebas ngatur-ngatur semau gue. Dia pemusik yang handal, sentuhan tangannya seperti mengambang di atas tust tust piano. Hanya dengan mendengar dia jago menggubah arrasement. Ketika Vokalis menyanyi tidak becus, aku marahi dan menangis. Tiba-tiba saja dia menyanyikan lanjutannya dengan sangat apik. Aku terpesona,” Kamu deh ikut nyanyi duet ya.” Langsung tanpa ba bi bu kuminta pasangan duet dengan vokalis remaja ini.

Selanjutnya kami saling mengenal, dan sering bertemu dalam event-event musik. Aku tidak memintanya, mengapa setiap kali ketemu jantungku menggelenyar. Aku salah tingkah, gerakanku jadi seperti orang bingung. Aku berusaha menutupinya, karena memang tidak berniat menjalin cinta. Kupikir seperti yang lain-lain, yang menggairahkan, yang lewat memberi aku semangat berkarya, dan pergi. Hubungan symbiosis mutualisme, aku semangat berkarya, bergairah, dia bersemangat, dan hanya “teman mesra”, lalu pergi.

Ada events yang masih kuingat, ketika mencari persewaan Jas untuk kostum pentas. Kami berputar-putar pindah dari Salon Rias yang satu, Salon Rias lainnya. Lucunya karena badannya yang besar mirip Bima, sudah tiga tempat ngga ada yang pas di badan. Ibu Rias memberi saran untuk mencari di Pasar Yaik. Kami berdua menuju ke sana yang tentunya lumayan jauh (dalam hati seneng juga jauh lebih jauh lagi). Berdua bicara pelan tapi pasti, dalam hatiku bergemuruh. Yang lucunya di sana dia mencoba semua bajunya , dan hampir tidak ada yang pas. Aku menunggunya di sisinya. Akhirnya ada juga yang pas.

Waktu event bikin film pendek, dia tokoh utamanya. Dari sekian talent memang dia yang berbakat, enteng aja dia dialog, termasuk improvisasi jago. Saat adegan salah dan harus diulang-ulang, aku mengomando dan teriak ke dia. Bicara agak Panjang, memandang wajahnya nanap, sedetik semenit, kami sersitatap, seperti pandangan “cermin retak”. Begitu sadar kami kembali seperti scenario semula.

Aku memikirkannya setiap saat, setiap malam. Malam beranjak tidur, dan pagi menjelang subuh. Aku selalu memikirkanya, siang hingga sore, namun tak mengganggu aktivitasku. Aku menganggapnya hanya lewat, sebentar juga dia pergi.

Hingga suatu ketika ada wahtsaap yang masuk dari dia. Video lagu “Lantas”, “Lantas mengapa ku masih menaruh hati.”

Aku bingung, tidak tidak boleh. Kami beda kasta, ada jarak yang sulit dilalui. Aku meminta bertemu di sebuah Café. Dia datang belakangan, setelah menanyai,” perlukah saya datang.”

Aku maksudnya baik, dia masih punya hidup yang Panjang. Ternyata ini yang kusesali, sepertinya dia “dendam” .

Selanjutnya dia berusaha merayuku, dan menggodaku atau memang dia mencintaiku, tidak tahu versi dia. Aku jadi mencintainya, sangat mencintainya. Meski dikata-katai “kegatelan”, “puber ke dua”, dll . Aku masih mencintainya.

Begitu aku sadar, dia bermain lagi dengan hatiku tentang cintanya yang dua. Aku terpesona, aku mempercayainya. Aku rela berbagi cinta bila diminta (bodoh benar gue). Dan selanjutnya tiba-tiba saja suatu siang di kantor dia kirim pesan,memilih pilihannya, dan hanya satu satunya. Yang artinya aku telah dibuang hanya karena aku janda, tidak perawan.

Ini patah hatiku yang terdalam, terhebat. Dua tahun belum move on. Jika ingat aku berteriak menepuk air dengan gayung berkali-kali, sangat keras hingga air muncrat semua badan. Selanjutnya aku istighfar, karena aku mencintainya, aku tidak mau dia celaka, kalau mulutku lathi.

Tiap malam aku menangis, kuhabiskan tangisku. Ikut majelis taklim sana sini, olah raga yang keras biar aku cape dan tidur. Untuk seorang Biru aku mencintainya, pelan aku minta Tuhanku “ambil kembali rasaku”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *