Oleh Nikmatuniayah
Baru tiga bulan ayah hemodialisis, ayah mulai membiasakan diri untuk cuci darah. Awalnya ayah mampu mengendarai motor pulang pergi jika HD. Ayah juga masih berjalan gagah. Tapi ternyata ada efek samping atau entah kenapa kegagahan ayah mulai menurun. Ayah dilanda pusing seperti vertigo yang tak kunjung sembuh sembuh. Dia senantiasa pusing, sehingga keseimbangannya terganggu.
Katanya kalau dia mengendarai kendaraan pandangannya naik turun. Dia pun pernah jatuh dari motor ketika pulang HD. Jalannya tak lagi tegak, terhuyung huyung. Gerakan motoriknya terganggu, jika berpindah dari duduk berdiri atau sebaliknya, tubuhnya oleng. Jika berpindah posisi belok, seperti mau jatuh miring sendiri tak terkontrol. Mulai dari ini ayah sholat dengan duduk, sebab jika dia rukuk akan kejlungup.
Sudah dua hari ini ayah mengeluh mual dan muntah muntah terus. Akibatnya makannya susah, tak ada asupan makanan, jadi lemas. Sore ini dia sudah tak tahan, dimintanya aku ke tetangga depan supaya diantar ke RS Banyumanik. Sementara akan berangkat aku menyiapkan segala sesuatu: baju, kaos, celana, dan sarung ayah. Aku sendiri juga mengambil beberapa baju kaos panjang dan celana praktis, barangkali nanti menginap.
Aku telpon Mas Abu yang di Ungaran. Sampai di RS Banyumanik Mas Abu dan isteri menyusul. Mas Abu mengurusi suamiku, karena aku sendiri tampak kepayahan. Tiba tiba saja badanku lemah, pegal pegal. Punggungku dipijit pijit sama Mbak iparku.
Ada telpon dari Upi keponakanku, katanya bapak ibunya ke Semarang mau nengok suamiku. Kubilang langsung saja ke rumah sakit Banyumanik.
Di IGD konsul dokter jaga, aku diberitahu kalau ayah tak boleh lama di IGD. Ruang terbatas, sementara karena Senin harus HD ayah mesti pindah RS yang memiliki fasilitas HD. Pilihannya RS Panti Wiloso atau RS Kariadi. Tetapi RS Kariadi kamar kelas 1 penuh. Ditimbang timbang rembug keluarga aku minta di RS Kariadi, karena rekam medisnya di sana.
Ayah dipindah ke RS Kariadi naik ambulance. Ini keduakalinya aku naik ambulance mengantar ayah. Di ambulance aku bersama Mbak Ida dan Mbak ipar. Sementara Mas Abu dan Pak Jiyo mengendarai motornya.
Di RS Kariadi ayah langsung dibawa ke IGD. Sementara kepalaku tambah pusing, badanku panas. Tampaknya Mas Abu paham kondisiku. Dimintanya Mbak Ida dan Pak Jiyo menunggui suamiku. Sedangkan aku dibawa periksa dokter di IGD juga.
IGD ternyata juga melayani pemeriksaan rawat jalan. Aku didaftarkan Mas dengan BPJS. Berikutnya aku diperiksa, ternyata aku kena radang. Kepalaku pusing, badanku panas, menggigil. Aku berbaring di IGD depan, sedangkan suamiku di dalam.
“Bu obatnya langsung diminum ya.” Kata dokter jaga.
Aku minum obat itu, lalu istirahat di bed IGD. Aku tak memikirkan ayah, aku urus keperluaku sendiri, sampai aku tertidur.
Bangun bangun agak enakan, dokter jaga memberitahuku kalau aku sudah harus pulang. Jam menunjukkan pukul 22.00 wib.
“Sebentar Dok saya nunggu kakak saya.” Aku menenggang karena aku belum tahu ayah di kamar apa.
Terus aku dijemput kakak, katanya ayah di ruang transit. Aku pindah di ruang transit, menengok ayah lalu tidur di mushola.
“Piye tho Mah, awakmu kok yo loro.” sesal suamiku.
Pagi datang dua perawat menjemput suamiku. Dibawanya ayah ke ruang Merak kelas 1 lantai 2. Karena pengaruh obat yang kuminum aku sering ngantuk dan ketiduran. Aku lebih sering tidur, sampai teman sebelah kamar menanyai suamiku.
“Ibuke kok meneng nggih.”
“Anu nuwun sewu. Ibuke nggih nembe sakit.”
Tapi ayah luar biasa semangatnya. Jika katering datang dia mesti makan dengan lahap. Dia juga tak rewel, tak mau menyusahkan diriku. Semua diurusi sendiri, minum obat juga semangat. Selama dua minggu di rumah sakit suamiku pun akhirnya diperbolehkan pulang. Alhamdulillah.