Driving Story 7

Cerpen

Kukira cerita tentang setir menyetir selesai begitu aku sudah mulai lancar dan nyaman. Ternyata tidak, belajar itu sepanjang jalan, di tengah-tengah ada aja sesuatu.

Seperti kamis lalu, sebenarnya aku sudah berpesan suamiku pulang HD naik taksi, karena ada beberapa urusan spt BKD sertifikasi dosen yang harus kuurus. Tetapi karena asesornya pergi ke Jakarta, jadinya ditunda. Masih pukul 10.30 WIB kuputuskan nyusul ke Lamper jemput suami lewat jalur Ngesrep Gombel.

Mulai keluar Patung Kuda Ngesrep ternyata macet jalan merambat seperti kereta. Usut-usut karena hujan lebat tadi malam bukit Gombel longsor karena ada pohon besar yang tumbang. Wiih jalannya maju 5 cm berhenti, maju 5 cm, sedikit mulai tanjakan.

Diriku tetap yakin, aku harus tenang, tenang. Aku harus bisa, bisa. Untung pas latihan di kampus sama Pak Affandi satpam pernah diajari nanjak mindah kaki dari rem-gas, rem-gas dengan cepat.

Aha dengan sendirinya bisa setengah kopling, biar mantap ndak mblorot hand rem kuangkat juga. Akhirnya aku tahu, supaya ndak mblorot sebelum hand rem turun dan kaki pindah dari rem, kaki mesti segera pindah ke gas, ngegas sedikit. Naik 10 cm sampai di Pasar Jatingaleh, kunikmati sensai ini rasanya menyenangkan.

Sampai di klinik Pak Teguh sudah pulang naik taksi. Ya iyalah macetnya ndak ketulungan. Tapi tak apa aku jadi pengalaman maju 5 cm. Kuputuskan aku mau uji nyali pulang lewat Tanah Putih Kaliwiru kemarin yang dibentak-bentak mbake lemu yang nyita SIM ku. Bismillah aku meluncur naik, ambil kopling 3 segala, gaya.

Di Ngesrep mulai hujan lebat banget, kunyalakan wiper. Sampai di tikungan Masjid Diponegoro lho kaca mobilku kok jadi butek, berkabut. Mulai setengah kabut aku jalan pelan, depan belakang ada mobil. Lama-lama lho kacane tambah butek berkabut seperti putih telor, aku jadi tidak bisa pandang depan.

Ya Allah bagaimana ini, aku ora ketok, bingung opo kocone rusak tak parkir panasan. Mobil belakang ngedin ngedin, aku maju pelan-pelan dengan feling. Lurus sampai tikungan Toko Tembalang, pandanganku buta, Ya Allah aku takut nabrak depan piye. Gusti Gusti anakku masih sekolah.

Aku harus minggir kiri, kubuka jendela sambil tinguk-tinguk depan. Riting kiri, setir kubalik pelan-pelan. Sebelah kiri banyak parkir motor, ojo keno ojo keno. Ah akhirnya berhenti kudim sebagai tanda. Turun mikir kenopo yo? Coba kucolek kaca dari depan tak ngepek, ah barangkali dalamnya. Kucolek kaca dari dalam, ternyata bisa terang. Oh ya jadi ingat Pak Affandi pernah bilang kalau hujan AC jangan hadap atas, nanti kacanya ngembun. Oalah Gusti kok ya mau ra kelingan. Yo nak dikandani dirungoke sambil lalu, ndak tahu kalo penting.

Di warung nempil tisu untuk ngelap kaca yang berkabut itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *