Setelah pentas tujuh belasan, tingkat kehadiran anak rumah baca mengalami kemunduran. Tingkat keaktifan dan semangatpun menurun tajam. Apalagi hampir setiap anak sekarang pada memiliki HP sendiri. Kalau sudah bermain Mobile Legend anak anak jadi malas ke rumah baca. Ingin rasanya pemerintah dapat memblokir games tersebut, mengingat dampaknya terhadap kecanduan anak sangat tinggi.
Bu Teguh pun rasanya sangata sedih. Tapi tak berdaya karena baru masa berkabung, jadi tak bisa lagi keliling menjemput anak satu persatu. Yang sebenarnya menjemput pun aku rasanya berat, bukan berat tenaganya, melainkan berat perasaannya. Masa buka les sendiri, cari cari anak rumah sendiri, rasanya seperti pengemis. Apalagi sebagian anak malah pada sembunyi setiap kali dijemput, betapa terhinanya Bu Teguh. Rasa terhina yang tertahan demi meluaskan sanggar belajar anak. Kok seperti aku (Bu Teguh) yang butuh. Takutnya nanti malah dikira cari dana dengan memanfaatkan anak anak belajar. Padahal yang benar kami membiayai sendiri les mata pelajaran dll.


Apalagi di jadwal mengaji sangat menyedihkan. Pernah murid yang datang cuma satu dan gurunya dua ha ha ha. Memang kalau mengajak mengaji sangat susah. Setan menempel di anak anak supaya malas mengaji.


Main angklung pun sekarang tak lagi menarik. Anak anak kelas 5, 6 atau SMP tak mau lagi memegang angklung. Dikira pegang angklung itu identik dengan anak kecil. Ah sudahlah!
Tinggal kelas musik dan rebana di hari Sabtu harapannya. Rebana biasanya masih dapat menyerap kehadiran anak anak. Namun untuk anak anak rebana pun tak segreget setahun yang lalu. Belum lagi aturan HP yang ditaruh kotak pada jam pelajaran. Anak anak cenderung bohong tak bawa hape, padahal hapenya dikantong. Konsentrasi pun pecah, inginnya segera melanjutkan permainan games. Alhasil anak belajar tidak maksimal, capek dan malas berpikir. Beda dengan anak yang masih original tanpa dibekali HP, cenderung jujur dan tekun.


#blokirmobilelegend